×
AN Tidak Menimbulkan Konsekuensi Bagi Individu Siswa, Guru, Maupun Kepala Sekolah

Jakarta, 23 Agustus 2021 --- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menegaskan kembali bahwa Asesmen Nasional (AN) tidak menimbulkan konsekuensi apapun bagi individu siswa, guru, maupun kepala sekolah.


“Sudah disampaikan berkali-kali bahwa AN tidak menimbulkan konsekuensi terhadap inidividu siwa, guru, maupun kepala sekolah. Tidak ada konsekuensi juga ke anggaran untuk sekolah, maupun ke lulusan. Bahkan data tidak akan dipresentasi sebagai individu, melainkan agregasi sekolah,” ucap Mendikbudristek dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI yang berlangsung secara luring dan daring pada Senin (23/8).  


Menurutnya, kekhawatiran yang muncul di masyarakat dikarenakan selama bertahun-tahun Ujian Nasional (UN) telah terkondisikan sebagai sesuatu yang menakutkan. Bahkan, ada ancaman bagi yang nilai UN-nya rendah kepala sekolah bisa dimutasi. “Persepsi ini yang harus dibasmi, AN tidak membebani individu seperti UN,” tegas Nadiem seraya meminta bantuan Komisi X DPR untuk menjelaskan ke daerah pemilihannya (dapil) masing-masing.


Lebih lanjut, dijelaskan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan Perbukuan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, AN bertujuan untuk mendorong perubahan positif dalam cara guru mengajar, cara kepala sekolah memimpin pembelajaran di sekolahnya, dalam pengawasan sekolah dan dalam cara pemerintah daerah (pemda) melakukan evaluasi diri dalam penganggaran agar lebih berorientasi pada kualitas pembelajaran. “Jadi, tujuan AN itu sebenarnya memantik perubahan. AN merupakan evaluasi terhadap sistim pendidikan,” tekannya.


Urgensi AN Tetap Berlangsung di Tengah Pandemi pada Wilayah PPKM Level 1-3


Pada rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Mendikbudristek menjelaskan pentingnya AN tetap diadakan di tengah pandemi seperti saat ini. Menurutnya, pemetaan mutu pendidikan sangat penting untuk segera dilakukan agar secepatnya, Kemendikbudristek mengetahui sejauh ketertinggalan dunia pendidikan kita akibat Covid-19. Sebab, saat ini sangat dibutuhkan analisa data terkait learning loss yang terjadi.


“Justru dengan adanya pandemi, AN menjadi jauh lebih penting untuk mengetahui seberapa besar ketertinggalan kita, mencakup apa saja dan di mana saja. Dengan AN juga kita mengetahui daerah dan sekolah yang paling membutuhkan bantuan,” ucapnya


Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, My Esti Wijayanti menyampaikan dukungannya terhadap pelaksanaan AN. “Menurut saya, AN adalah hal penting yang harus dilakukan oleh Kemendikbudristek untuk mencari tahu gambaran sesungguhnya sekolah dan siswa kita seperti apa dan untuk merencanakan kebijakan selanjutnya,” pungkas dia.  


Menambahkan, Kepala Balitbang dan Perbukuan mengatakan pihaknya berencana melakukan AN di daerah yang sudah diperbolehkan melakukan PTM secara terbatas. Dampak yang bervariasi akibat pandemi juga dinilai mendorong perlunya untuk melakukan pemetaan yang lebih menyeluruh. Dengan demikian, Kemendikbudristek dapat segera merancang program dan intervensi yang lebih terarah.


Studi RISE di Bukittinggi menemukan fakta menggembirakan bahwa kemajuan pembelajaran di tahun 2020, yakni setelah adanya pendemi dan berlangsungnya PJJ, justru sedikit lebih tinggi dari pada kemajuan pembelajaran di tahun 2019. Kesimpulan ini menunjukkan, learning loss bukanlah keniscayaan, melainkan sesuatu yang bisa diantisipasi dan dimitigasi.


“Hasil AN membuat kita bisa lebih memprioritaskan sekolah dan daerah yang paling membutuhkan bantuan. Sebagai contoh dengan data AN, program Kampus Mengajar yang mengirimkan relawan mahasiswa untuk mengajar, akan bisa lebih terarah dan bantuannya dapat diarahkan ke sekolah-sekolah yang paling tertinggal yang paling perlu dibantu untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran mereka,” terangnya.


Pelaksanaan AN tahun ini berlangsung adaptif dan fleksibel sesuai dengan situasi pendemi di berbagai daerah. Dalam menyelenggarakan AN, Kemendikbudristek mengikuti kebijakan makro pemerintah tentang Perlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). “AN hanya akan dilakukan jika di daerah itu sudah boleh Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. Kalau daerah sudah boleh PTM Terbatas, secara logis seharusnya melakukan AN juga,” kata Anindito.


Adapun protokol kesehatan yang berlaku pada pelaksanaan AN sejalan dengan PTM terbatas, yakni berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri. Kemendikbudristek meminta satuan pendidikan untuk menyampaikan informasi dan tujuan pelaksanaan AN ini kepada orang tua secara komprehensif bagi yang anaknya terpilih menjadi peserta. Sedangkan bagi wilayah yang belum bisa melaksanakan AN tahun ini akan diagendakan pada Februari, Maret, dan April tahun 2022.


Kepala Balitbang dan Perbukuan mengatakan, peserta didik akan dipilih secara acak dari pusat agar mewakili populiasi siswa di sekolah tersebut dan mereka yang terpilih diharapkan mengikuti AN sesuai jadwal yang akan disampaikan secara detil lebih lanjut.


Jika peserta didik terpilih menjadi peserta AN namun sakit/bergejala seperti Covid-19, memiliki penyakit komorbid, atau tidak bisa melakukan perjalanan ke sekolah dengan aman, maka mereka bisa digantikan oleh peseta didik lain yang menjadi cadangan.


Pemerintah daerah bertugas berkoordinasi dengan satuan pendidikan dalam pelaksanaan gladi bersih dan hari-H. Pemda juga melakukan pelatihan proktor untuk setiap satuan pendidikan di masing-masing provinsi dan kota/kabupaten. “Satuan pendidikan perlu berkoordinasi dengan pemda dan mengalokasikan dana BOS-nya untuk keperluan pelaksanaan AN, khususnya di wilayah yang sudah memungkinkan untuk menyelenggarakannya secara berjenjang,” urai Kabalitbang dan Perbukuan.


Evaluasi yang ‘Apa Adanya’, AN Tidak Perlu Persiapan Khusus


Dijelaskan Kabalitbang dan Perbukuan, jika ada yang perlu disiapkan terkait AN, maka satu-satunya adalah melakukan persiapan teknis yang dilakukan oleh proktor, pengawas, dan dinas pendidikan. Bukan oleh guru dan murid yang berlomba-lomba untuk meningkatkan skornya. “Tidak ada keperluan sama sekali untuk menyiapkan diri supaya skornya bagus,” tegasnya.


Mendikbudristek bahkan mendengar laporan bahwa ada satuan pendidikan yang meminta muridnya membeli laptop untuk latihan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang merupakan salah satu bagian dari AN. Menurutnya, persepsi ini salah karena kebutuhan laptop tidak diperlukan mengingat AN merupakan pemetaan untuk melihat tren evaluasi pembelajaran dalam kurun waktu tertentu.


Menteri Nadiem mengatakan, “Untuk meningkatkan AKM dalam hal literasi, peserta AN sebaiknya membaca buku, koran, majalah sebanyak-banyaknya. Sedangkan untuk meningkatkan kompetensi numerasi, tidak ada jalan pintas selain meningkatkan kemampuan berpikir kritis murid-murid secara sistematis. itu semua butuh proses dan memang tidak dapat dibimbelkan,” ungkapnya.


Kepala Balitbang dan Perbukuan Anindito mengatakan, Kemendikbudristek telah menyediakan informasi melalui laman https://pusmenjar.kemdikbud.go.id. Tercatat, laman ini sudah diakses hingga 18 juta akses unik. Melalui laman tersebut, siswa, guru orang tua bisa mencoba soal-soal AKM baik literasi maupun numerasi. Ada lebih dari 500 soal yang disediakan untuk publik. Selain itu juga ada buku saku, tanya jawab, video pembelajaran, dan video mengenai protokol kesehatan.


“Semua informasi ada di laman Pusmenjar sehingga siswa tidak perlu ikut bimbel. Kalau sekadar ingin melihat contoh soal dan mengalami atau mencoba sendiri, di laman ini sudah kita sediakan secara gratis. Ini mengurangi sumber daya tambahan untuk mempersiapkan AN,” terang Anindito.  


Dari perspektif guru dan kepala seolah, AN justru mengurangi beban administrastif karena AN mengintegrasikan berbagai program pendataan yang sebelum ini kurang terintegrasi dan cenderung bersifat administratif. Sebelum AN, guru dan kepsek harus mengisi berbagai borang pendataan dari pihak yang berbeda-beda. Misalnya borang evaluasi diri dari LPMP, borang UN dari Balitbang, dan borang akreditasi dari BAN S/M.


“Dengan AN ketiga borang ini terintegrasi. Baik sekolah, guru, tidak perlu mengisi tiga kali. Hanya perlu mengisi satu kali saja yaitu kuesioner AN. Harapannya ini menjadi pengurangan beban administratif sehingga guru dan kepala sekolah punya lebih banyak waktu untuk fokus kepada pembelajaran,” katanya.


Penyampaian Hasil AN Disampaikan Secara Terbatas dan Positif


Pelaksanaan AN memerlukan kolaborasi menyeluruh baik dengan pemda maupun satuan pendidikan. Kemendikbudristek selain melakukan sosialisasi sampai ke tingkat daerah juga bertugas menyiapkan instrumen, sistem pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, analisis, serta pelaporan hasil. Kabalitbang dan Perbukuan menyebut, nantinya akan ada helpdesk tim teknis yang berjenjang mulai dari tingkat II, tingkat I sampai di pusat, serta posko AN yang disiapkan untuk mempermudah masyarakat melaksanakan AN.


Selanjutnya, hasil AN akan disampaikan melalui platform yang saat ini tengah dirancang Kemendikbudristek yang diberi nama platform Rapor Pendidikan. Wadah ini akan memudahkan kepala sekolah dan dinas pendidikan untuk memahami dan mencerna hasil AN serta berbagai data lainnya. “Sekali lagi nanti di rapor itu tidak ada skor murid, skor guru, maupun kepala sekolah secara individu karena tujuannya mendorong refleksi dan evaluasi diri,” terang Kabalitbang.


Untuk mengurangi tekanan terhadap hasil AN, skor sekolah hanya bisa dilihat oleh sekolahnya masing-masing dan dinas pendidikan yang menaunginya. Kepala sekolah lain tidak bisa melihat skor sekolah lain. Hasil yang ditampilkan akan menghindari ranking dan pelabelan negatif bagi sekolah.


“Kami sangat menyadari keberhasilan AN untuk memantik perubahan itu tergantung pada cara mengkomunikasikan hasilnya juga. Kalau ada pelabelan-pelabelan negatif, orang tentu akan defensif dan tidak akan mau melakukan refleksi maupun perbaikan diri. Jadi tim saat ini sedang merancang cara menyampaikan dan mengkomunikasi hasil ini dengan seefektif dan sebaik mungkin kepada kepala sekolah dan dinas pendidikan,” jelasnya.



Sumber: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/08/an-tidak-menimbulkan-konsekuensi-bagi-individu-siswa-guru-maupun-kepala-sekolah