Strategi Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) dengan Roda Kesadaran (Wheels of Awareness)
Oleh: Drs. Yuli Cahyono, M.Pd
Widyaiswara Ahli Madya, Pembina Utama Muda
Kemdikbud, LPPKSPS, Karanganyar-Jawa Tengah
Di artikel ini, kita membahas lagi satu bagian penting di dalam mewujudkan Merdeka Belajar di sekolah, yakni Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). PSE sangat dekat sekali dengan siswa yang sejahtera dan bahagia (student wellbeing). Siswa yang sejahtera dan bahagia menjadi penanda adanya dampak keberhasilan pembelajaran guru di kelas dan di sekolah. Kita membahas satu lagi strategi di dalam PSE, yakni Roda Kesadaran (Wheel of Awareness) (Daniel J. Siegel dan Tyna Payne Bryson: 2012). Pertanyaan kritisnya adalah bagaimana strategi Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) bisa dikembangkan oleh guru dengan menggunakan Roda Kesadaran. Artikel ini dimaksudkan untuk memberikan wawasan pengetahuan terkait strategi PSE dan juga untuk membantu guru melakukan PSE di kelas dan di sekolahnya masing-masing.
Ceritanya begini. Sadikin adalah seorang remaja pelajar yang penuh potensi. Teman-temannya memandangnya sebagai seorang pemuda berumur 15 tahun yang sangat berbakat dalam banyak hal, baik prestasi akademik, olahraga, kesenian maupun aktifitas sosial. Namun dibalik semua prestasi yang diraihnya di kelas, di sekolah maupun di luar sekolah, Sadikin merasa dirinya ingin selalu sempurna dalam segala hal. Tiada kata “cukup baik” baginya. Yang ada adalah sangat baik atau baik sekali atau bahkan luar biasa. Yang sering terjadi justru emosi yang meledak ketika dia berbuat kesalahan kecil sekalipun. Hanya karena lupa membawa tempat pensil atau lemparan bola basket-nya yang tidak masuk saja, Sadikin menyalahkan diri-nya sendiri dengan menyebut dirinya sebagai “Manusia Bodoh”. “Aku mestinya bisa lebih baik lagi”. “Dasar Bodoh, kenapa aku lakukan?”. Bagaimana guru membantu mengatasi siswa siswa yang mengalami masalah ketidaksadaran diri dan pengelolaan diri yang negatif seperti ini?
Pertama, yang harus ditanamkan kepada siswa adalah pemahaman tentang pendekatan mindsight (bukan mindset ya…?), yakni memahami pikiran kita sendiri. Model yang dikembangan Daniel J.Spiegel adalah Roda Kesadaran. Konsepnya seperti ini. Pikiran manusia itu bisa disamakan dengan roda sepeda, dengan bagian pusat di tengahnya dan ruji-ruji menyebar di sekeliling lingkaran. Lingkaran di sekeliling roda itu menggambarkan segala sesuatu yang selama ini menjadi perhatian kita atau yang selama ini membuat kita sadar misalnya pikiran-pikiran kita, perasaan-perasaan kita, mimpi-mimpi dan keinginan kita, kenangan-kenangan kita, persepsi-persepsi kita tentang sesuatu di luar dunia kita, dan juga sensasi-sensasi yang kita alami terhadap tubuh kita sendiri. Memang berbeda ya, untuk setiap individu, ada yang pintu kesadarannnya melalui tampak mata (visual); ada juga yang pintu kesadarannya tampak suara (auditory) dan ada juga yang pintu kesadaranya tampak gerakan (kinestetik) Dawna Markova and Angie Mac Arthur: 2015).
Pusat roda menggambarkan tempat di dalam pikiran kita yang membuka pintu kesadaran kita tentang apa yang sedang terjadi di sekitar dan di dalam diri kita. Kalau di dalam sistem otak manusia, disebutnya sebagai prefrontal cortex. Inilah organ otak kita yang membantu kita membuat keputusan yang terbaik. Kesadaran diri adanya di sini, di bagian pusat ini. Dan dari bagian pusat ini juga kita bisa melihat berbagai hal yang ada di sekeliling lingkaran roda tadi.
Jika digambarkan pikiran Sadikin ke dalam roda kesadaran tampak seperti ini:
Roda kesadaran ini menggambarkan betapa kaya Sadikin dengan berbagai pikiran dan perasaan selama ini, yang lalu justru memperjelas masalah yang sedang dihadapinya yakni kesulitan membedakan berbagai aspek yang berbeda dalam dirinya. Artinya, Sadikin selama ini hanya fokus pada hal-hal yang negatif saja di dalam lingkaran roda kesadaran dirinya, misalnya perasaan kecewa karena mendapatkan nilai B, atau khawatir karena lupa membaca catatan.
Kedua, pendekatan mindsight mengajarkan Sadikin untuk melihat apa yang terjadi pada pikirannya dengan bergerak ke titik pusat roda agar bisa melihat gambar besar dan lebih luas lagi sehingga bisa tampak hal-hal penting lainnya di dalam roda kesadaran dirinya, misalnya perasaan percaya diri dengan bakat melukisnya, perasaan senang bisa bermain musik dalam group band, atau perasaan suka cita jalan jalan malam mingguan dengan sahabat.
Hal-hal yang negatif di dalam lingkaran roda kesadaran diri adalah sebagian kecil saja dari diri Sadikin, tidak mewakili keseluruhan diri Sadikin.Justru dengan kembali ke pusat roda kesadaran, yang penuh pikiran, perasaan, mimpi dan keinginan, kenangan, persepsi, dan juga sensasi yang dialami, segalanya menjadi lebih obyektif. Sadikin bisa memilih pada hal apa yang ingin dia perbesar perhatiannya atau pada hal lain yang mana yang ingin diperhatikan. Sehingga Sadikin menjadi lebih produktif dengan memberi perhatian pada hal hal lain, misalnya bakat musiknya, kecerdasannya atau keinginan untuk sekedar rileks dan bersuka cita. Tidak hanya memberikan perhatian pada satu hal saja yang lalu mendominasi pikiran dan perasaaannya selama ini. Dengan roda kesadaran diri Sadikin menjadi lebih sehat, baik dan positif.
Ketiga, dengan berbicara pada dirinya sendiri (self talk), Sadikin menemukan kesadaran dirinya kembali betapa kita tidak perlu harus menang di setiap pertandingan, bahwa kita tidak perlu harus selalu sempurna dalam segala hal, betapa menyenangkan bisa mandi di sungai sehabis pulang sekolah meskipun sedikit mengurangi jam belajar, betapa menyenangkan bermain gitar dan menyanyi dalam sebuah group band meskuipun terkadang suara kita fals ataupun salah pencet chord gitarnya. Semuanya tampak menyenangkan. Tanpa harus kecewa putus asa dan menghentikan keinginan untuk sukses hanya karena mengkritisi kesalahan kecil yang dilakukannya sendiri.
Dari ketiga penjelasan tersebut bisa kita simpulkan bahwa strategi Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) dengan Roda Kesadaran sangat efektif untuk membantu siswa yang mengalami masalah pengelolaan kesadaran diri, yakni menjadi perfeksionis. Penjelasan-penjelasan di atas memungkinkan guru untuk mereduplikasi cara-cara baru dalam mendidik dan menuntun perkembangan siswa sesuai dengan umur dengan mengintegrasikan emosi dan logika sehingga kesadaran diri siswa terjaga dengan baik. Dengan Roda Kesadaran dalam PSE, guru mewujudkan pendidikan yang menuntun perkembangan kematangan diri siswa melalui pemberian perhatian, kepedulian, kasih sayang dan kebahagiaan yang dibutuhkan siswa selama menempuh pendidikan di sekolah.
Referensi:
Kebijakan
- Kemdikbud. 2021. Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP). Direktorat Jenderal GTK, Kemdikbud, Jakarta
- Kemdikbud. 2020. Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035. Kemdikbud, Jakarta
Buku-Buku
- Daniel J.Siegel, Tyna Payne Bryson. 2012. The Whole Brain Child. Bantam Books Trade Paperbacks, New York
- Dawna Markova and Angie Mac Arthur, 2015, Collaborative Intelligence, Spiegel & Grau, Penguin Random House LLC, New York